Sebagian orang yang kurang mengerti akan aqidah mengira bahwa tidak ada manusia yang mengetahui tentang hal-hal ghaib. Padahal telah banyak riwayat dan hikayat mengenai manusia selain Nabi yang dapat mengetahui hal-hal ghaib. Adapun mengenai para Nabi, telah kita ketahui bersama bahwa para Nabi dapat mengetahui hal-hal ghaib. Dan kisah yang sangat terkenal dalam al-Qur`an adalah kisah pertemuan antara Nabi Musa dengan Nabi Khidhir ‘alayhimas salam. Maka sungguh tidak layak menyebut dirinya sebagai muwahidun dan pengikut salafush shalih jika mengingkari hal ini.
Banyak sekali riwayat-riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad pun mengetahui hal-hal ghaib yang tentunya merupakan ‘pembukaan’ dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kita yaqin dan percaya bahwa Nabi telah mengalami isra` wal mi’raj, dimana dibukakan begitu banyak hal-hal ghaib. Dalam kesempatan lain, Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam dapat melihat surga dan neraka dari mimbarnya. Pernah dalam suatu majelis, Nabi mengungkapkan banyak hal ghaib yang ditanyakan hadirin, hingga Nabi agak marah karena sikap mereka, dan redalah marah beliau setelah mendengar ucapan Sayyidina Umar.
Diriwayatkan pula bahwa ketika Khalifah Umar bin Khattab ra sedang berkhutbah Jum’at, tiba–tiba di tengah khutbahnya ia berseru dengan kerasnya : “Wahai Sariah bin Hashiin.., ke atas gunung.. ke atas gunung..!” Maka kagetlah para sahabat lainnya. Kenapa Khalifah berkata demikian? Apa maksudnya? Sebulan kemudian, kembalilah Sariah bin Hashiin dari peperangan bersama pasukan sahabat lainnya. Mereka bercerita saat mereka terdesak dalam peperangan, mereka mendengar suara Umar bin Khattab ra yang tak terlihat wujudnya, teriakan itu adalah : “Wahai Sariah bin Hashiin.., ke atas gunung.. ke atas gunung..!” Maka kami naik ke atas gunung, dan berkat itu kami memenangkan peperangan. (Durrul Muntatsirah fil Ahaditsil Masyhurah oleh Al Hafizh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi Juz 1 hal 22, Al Ishabah Juz 3 hal 6, Tarikh Attabari Juz 2 hal 553)
Riwayat lainnya, sabda Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa alihi wa sallam: Tiadalah bayi bercakap cakap terkecuali tiga. (1) Isa bin Maryam (as). Dan (2) di Bani Israil ada seorang lelaki bernama Jureij. Ketika sedang shalat, datanglah ibunya memanggilnya, seraya berkata dalam hatinya, “Apakah aku menjawabnya atau meneruskan shalat?” Maka Ibundanya marah dan berdoa, “Wahai Allah, jangan kau matikan ia hingga kau perlihatkan padanya wajah pelacur.” Maka suatu ketika, Jureij di tempat khalwatnya dan datanglah padanya seorang wanita mengajaknya berzina. Maka ia menolak. Lalu pelacur itu mendatangi seorang penggembala dan kemudian berzina dengannya. Maka wanita itu pun hamil dan melahirkan bayi lelaki. Maka wanita itu berkata, “Ini adalah dari perbuatan Jureij..!” Maka penduduk marah dan menghancurkan rumah ibadahnya, menyeretnya dan mencacinya. Maka ia berwudhu dan shalat, dan mendatangi bayi itu dan berkata, “Siapa ayahmu..?!” Maka Bayi itu berkata, “Ayahku adalah penggembala.” Maka mereka berkata, “Kami akan membangun rumah ibadahmu dari emas.” Maka ia berkata,”Tidak.., cukup dari tanah!” Yang ketiga adalah ketika seorang wanita menyusui anaknya dari Bani Israil, maka lewatlah seorang pria berwibawa dan penguasa, maka ibu itu berkata, “Wahai Allah, jadikan anakku seperti dia!” Maka anak itu melepaskan susu ibunya dan menjawab, “Wahai Allah, jangan jadikan aku seperti dia!” Lalu ia kembali menyusu. Dan berkata Abu Hurairah, “Seakan-akan aku melihat pada Nabi sshollallohu ‘alayhi wa alihi wa sallam yang menghisap jarinya (mempercontohkan hikayat). Lalu lewatlah seorang budak, dan ibunya pun berkata, “Wahai Allah, jangan jadikan anakku seperti dia!” Maka bayinya melepaskan susunya dan berkata, “Wahai Allah, jadikanlah aku seperti dia!” (berkata ibunya) “Mengapa begitu?” Bayinya berkata, “Orang pertama adalah penguasa bengis, sedangkan budak itu adalah dituduh pencuri, pezina, dan ia tak melakukannya.” (Shahih Bukhari Bab Ahaditsul Anbiya).
Riwayat hadits ibu yang menyusui bayi di atas menunjukkan bolehnya Allah memberikan keramat pada wali sejak ia masih bayi, sudah dapat tahu taqdir orang, tahu siapa orang itu sebenarnya, dan mengetahui hal yang ghaib, maka jika ada habaib atau ulama yang dikatakan sudah keramat dan jadi wali Allah sejak bayinya, semacam Imam Abu Bakar bin Salim Fakhrul Wujud dan lainnya, maka telah jelas diriwayatkan dalam shahih Bukhari mengenai dalilnya. Dijelaskan oleh Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy bahwa bukan hanya 3 ini saja, dan hadits ini merupakan penjelasan bahwa hal itu ada, dan tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi pd selain 3 bayi tsb.
Dan pada para ulama dan para pemilik anugerah, bahwa pada firasat mereka teriwayatkan dengan kabar dan riwayat yang masyhur, diantaranya dikatakan oleh Al hafidh pada kitabnya “Tawaali Atta’sis” berkata Assaajiy, berkata padaku Abu Dawud, berkata kepadaku Qutaybah, berkata padaku Abdu Hamiid, “Aku keluar bersama Imam Syafii dari Makkah, maka kami bertemu seorang lelaki di Abtah, maka kukatakan pada Imam Syafii : ‘Tebak keadaan lelaki itu!’ Maka berkata Imam Syafii : ‘Dia itu tukang kayu, atau penjahit.’ Maka kutanya pada lelaki itu seraya berkata : ‘Dulu aku tukang kayu dan sekarang penjahit.’ “
Diriwayatkan pula oleh Al Hakim dari riwayat lain, dari Qutaybah berkata : “Kulihat Muhammad bin Alhasan dan Imam Syafii duduk berdua di teras Ka’bah, maka lewatlah seorang lelaki, maka berkatalah salah satu dari mereka : “Kemarilah kami akan menebak pekerjaanmu.” Maka berkata salah satu dari mereka (Muhammad bin Alhasan dan Imam Syafii), “Engkau adalah penjahit!” dan berkata yg lainnya, “Engkau adalah tukang kayu!” Maka berkata orang itu : “Dulu aku penjahit dan sekarang tukang kayu.”
Berkata Al Hafidh : sanad kedua riwayat diatas shahih.
(Tuhfatul ahwadziy bisyarh Jami Tirmidziy Bab : Min Suuratil Hijr Juz 8 /556)
(Tuhfatul ahwadziy bisyarh Jami Tirmidziy Bab : Min Suuratil Hijr Juz 8 /556)
Dalam\riwayat di atas dapat dilihat bahwa dalam mengetahui keadaan seseorang, ada yang baru bisa melihat masa lalu, ada yang bisa melihat masa lalu dan masa sekarang. Dan dalam kisah dan riwayat lain ada pula yang dapat mengetahui masa yang akan datang.
Diriwayatkan berkenaan syarh hadits firasah, bahwa Utsman bin Affan ra dikunjungi beberapa sahabatnya, dan di antara mereka memandang pada seorang wanita, maka berkata Utsman bin Affan ra, “Salah satu dari kalian masuk ke rumahku dengan mata yang berzina!” Maka berkatalah seorang dari mereka dengan kagetnya, “Apakah ada wahyu setelah (wafatnya) Rasulullah..??” (maksudnya pembicaraan yang membuka masalah ghaib dan tersembuny atau kasyaf), maka berkata Utsman bin Affan ra, “Bukan wahyu, namun firasat yang benar!” (Syarh Musnad Abi Hanifah juz 1 /566).
Berkata Imam Al Khazin : Telah diriwayatkan dari Abu Sa’id Alkhudri ra: Sungguh Rasulullah saw bersabda: “Berhati-hatilah terhadap firasat orang mu’min, sungguh (firasat) dia itu melihat dengan Cahaya Allah.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya Attaarikh, dan Ibn Jarir, Ibn Hatim, Ibn Sunniy, Abu Nu’aim, dan diriwayatkan pula oleh Imam Attirmidziy dan Imam Attabrani, dan diriwayatkan pula oleh Ibn Jarir dari Ibn Umar ra)
Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang menunjukkan bahwa manusia-manusia tertentu dapat mengetahui hal-hal yang ghaib. Maka merupakan tindakan gegabah jika hal ini langsung dianggap khurofat, takhyul dsb.